Pages
▼
Thursday, August 16, 2018
Cara Efektif Memilih Kuliah Untuk Anak
Setiap tahun pada bulan Mei sampai Agustus, para orang tua disibukkan dengan keperluan mendaftarkan anak pada perguruan tinggi yang dirindukan oleh orangtua maupun anak. Ada yang cenderung memilih perguruan tinggi negeri dengan perhitungan biaya kuliah relatif murah, ada pula yang memilih universitas swasta dengan memilih universitas yang terkenal dalam mutu. Dalam artikel ini saya sengaja tidak membahas universitas di luar negeri. Itu berarti lebih banyak membahas universitas dalam negeri yang menjadi pilihan orangtua.
Saya mulai dengan pengalaman saya, pada beberapa tahun yang lalu, tepatnya tahun 2016. Kami mendaftarkan ke salah satu universitas swasta di wilayah Jakarta Timur. Universitas yang saya maksud yaitu Universitas Trisakti Jurusan Transportasi Udara. Univesitas Trisakti adalah salah satu universitas swasta terkenal dan punya kualitas. Anak saya ikut Tes pertama, namun yang dipilih adalah program diploma, setelah kami tahu, kami merubahnya ke program S-1. Kami selanjutnya menghubungi bagian penerimaan mahasiswa agar berkenaan mengubah program studi anak kami ke program S-1. Untuk maksud ini, kami diberitahu bahwa anak harus ikut tes masuk untuk program S1. Anak kami kemudian mengikuti tes masuk mahasiswa baru program studi Sarjana. Hasilnya Lulus. Namun beberapa minggu kemudian anak berubah pendirian. Ia menyatakan kepada kami bahwa tidak berminat untuk program studi Transportasi Angkutan Udara. Saya kaget mendengar keputusannya. Saya kemudian katakan kepada anak saya, mengapa kamu tidak sampaikan kepada kami kalau kamu tidak berminat untuk program studi ini. Kan kamu sudah lulus, tinggal daftar ulang dan megikuti kuliah. Anak kami menjawab bahwa ia ikut tes karena mengikuti kemauan kami orangtua dan bukan kemauannya.
Mendengar keputusan anak, kami sebagai orangtua kecewa, sempat emosi dan berisi tegas dengan anak. Anak kami menyatakan bila ia kliah di jurusan transportasi udara maka ia tidak menjamin kalau kuliah secara serius dan jangan kecewa kalau gagal. Mendengar itu kamipun mulai melunak. Maksudnya kami harus memahami apa yang menjadi pilihan dari anak karena ia yang akan menjalani kuliah tersebut dan bukan kami orangtua. Saya kemudian menyatakan kepada anak kami. Sekarang orangtua setuju pilihanmu. Silakan cari universitas yang cocok dengan minatmu tetapi harus dipastikan lulus tes dan kuliah dijalani secara bersemangat sampai selesai studi. Ia pun menyanggupinya. Kami kemudian memberi kebebasan kepada anak untuk mendaftar di universitas pilihannya. Ia memilih universitas ataupun sekolah Tinggi yang menyelenggarakan jurusan/konsentrasi/program Studi Desain Multi Media. Sebelumnya anak kami tamat dari SMK jurusan Multi Media. Jadi ia ingin melanjutkannya dengan konsentrasi yang sama. Ia mendaftar di Sekolah Tinggi Desain Interstudi (STDI) dan mengikuti tes. Hasilnya lulus kemudian mengikuti pendidikan di STDI. Kini memasuki semester IV.
Pelajaran yang ingin saya bagikan kepada pembaca yaitu, sering orangtua memaksakan kehendaknya kepada anak. Kita orangtua mesti memahami apa yang menjadi minatnya dan membiarkan anak memutuskan studi berdasarkan minatnya. Kalaupun anak mengikuti kemauan orangtua dalam menjalankan kuliahnya di perguruan tertentu berdasarkan pilihan orangtua sering juga berdampak buruk bagi anak. Anak tidak bergairah dalam menjalani kuliah karena jurusan yang dipilih adalah keputusan orangtua dan bukan pilihan anak sesuai minatnya. Dari pengalaman anak saya yang kedua saya belajar untuk memberi kesempatan kepada anak untuk mengambil keputusan sesuai dengan apa yang dianggap layak untuk dirinya. Pilihan anak saya memilih multi media tentu cocok karena ia ingin melanjutkan ilmu yang sudah diperoleh di SMK ke Perguruan Tinggi yang sama bidang konsentrasinya.
Beberapa bulan terakhir ini yaitu pada bulan Mei – Awal Agustus 2018, ada beberapa teman yang mendaftarkan anaknya ke perguruan Tinggi Negeri. Mereka sudah mengikuti tes untuk jurusan yang dipilih. Namun hasilnya adalah belum lolos untuk jurusan yang dipilih. Teman-teman saya harus mencari universitas swasta. Ada yang memilih universitas tertentu di bilangan Jakarta Barat yaitu di wilayah Grogol. Namun anaknya nampak tidak bersemangat untuk studi di universitas yang menjadi pilihan orangtua. Sebelumnya anak dari teman ini punya pilihan dalam hati untuk salah satu universitas di Salatiga. Teman ini berusaha menelepon ke universitas di wilayah Salatiga yaitu Universitas Kristen Salatiga. Mendengar berita itu anaknya sangat senang. Ia menyatakan kepada ibunya bahwa Universitas yang dirindukan adalah Universitas Kristen Sala Tiga namun ia tidak berani menyatakan di depan Bapanya. Akhirnya terjawab sudah apa yang menjadi rindu anak ter-realisasi. Kini anak dari teman saya kuliah di Universitas Kristen di Salah Tiga.
Kasus ini tetap mengingatkan kita para orangtua betapa pentingnya keputusan kita sebagai orangtua yang cocok dengan pilihan anak. Saya yakin anak teman saya ini akan mengikuti kuliah secara baik karena universitas yang dituju adalah universitas pilihannya.
Kami juga menyadari bahwa pengalaman di atas tidak dapat digeneralisasi, ini kasus khusus. Bisa saja terjadi bahwa banyak anak yang sukses mengikuti kuliah karena keputusan orangtua untuk universitas dan jurusan atau konsentrasi yang dipilihnya. Namun bila melihat anak tidak bergairah/tidak bersemangat atas keputusan universitas yang menjadi tempat studi, sebaiknya orangtua memberi kesempatan kepada anak untuk menyatakan pilihan dan putusannya atas universitas dan program studi yang dipilih. Kita melakukan hal ini karena anaklah yang akan melaksanakan kuliah, kita orangtua mendukung dalam doa dan biaya studi. Jadi, perlu juga memberi tempat kepada anak untuk menyatakan pilihannya terhadap universitas dan jurusan atau konsentrasi yang sesuai dengan minat anak.
Berdasarkan pengamatan sepintas tahun 2018, program studi yang diminati anak, salah satunya yaitu psikologi. Kalau begitu ada apa dengan psikologi. Mari kita pelajari secara bersama program studi Psikologi.
Sejarah Singkat Psikologi sebagai disiplin Ilmu Mandiri
Seluruh ilmu pengetahuan menjadi ilmu mandiri tentu awalnya berasal dari berpikir mendalam (berfilsafat) atas realitas secara menyeluruh maupun secara khusus. Salah satu realitas itu yakni manusia. Dalam realitas khusus ini akan berkembang berbagai ilmu tentang manusia. Misalnya ketika manusia bertanya dari mana asal usul manusia maka orang yang mengarahkan pikirannya tentang asal manusia menemukan ilmu yang disebut dengan antropologi. Antropologi kemudian memisahkan diri dari filsafat dan menjadi ilmu mandiri yang disebut Antropologi. Antropologi kemudian dikembangkan lagi menjadi macam-macam antropologi. Misalnya ada antropologi Agama, manusia berasal dari Adam dan Hawa. Ini jawaban teks suci yaitu Perjanjian Lama, Kisahnya dapat diperhatikan dalam Kejadian 1. Kemudian dalam diri manusia yang sama, para pemikir (filsuf) mengarahkan pikirannya pada jiwa manusia. Bila manusia marah maka wajahnya berubah, perilakunya juga demikian. Namun ketika ia berada dalam kondisi normal maka wajahnya kelihatan biasa, bahkan dalam keadaan tertentu manusia nampak murung, tidak bersemangat dan perilaku lainnya. Para filsuf kemudian menemukan apa yang disebut dengan psikologi. Disini psikologi mengarahkan perhatian pada diri manusia, khususnya pada perilaku jiwa dalam diri manusia. Manusia kemudian dikategorikan perkembangan jiwanya berdasarkan usia. Ada usia Balita, Anak, Remaja, Pemuda, Dewasa dan Usia Lanjut.
Setiap kelompok usia tersebut di atas memiliki perkembangan jiwa dan tindakan-tindakan psikologis yang mengikuti perkembangan usia tersebut. Mereka yang mengikuti studi piskologi nantinya (setelah menyelesaikan S1, S2 dan S3) dapat menjadi konselor di sekolah seperti menjadi guru bimbingan konseling.
Dalam terminologi konseling, ada dimensi manusia yang patut diperhatikan yaitu:
1. Dimensi persamaan dan perbedaan. Dalam hal persamaan, semua orang membutuhkan makan, minum dan pakai, menghendaki kebahagiaan, semua orang ingin dicintai dan mencintai, dan seterusnya. Disisi lain ada perbedaan yang tidak dapat diabaikan. Misalnya perbedaan dalam berat badan, jenis kelamin, tinggi badan, suara, kurus-kering, kerempeng, loyo, sehat, cantik, sakit-sakitan dan seterusnya. Intinya perbedaan antara satu dengan yang lain sangat banyak. Persamaan juga demikian.
2. Dimensi kebersamaan. Setiap orang memerlukan orang lain. Kebahagiaan dalam hidup seseorang, prestasi dalam diri seseorang lahir dari kebersamaan. Artinya tanpa ada orang lain yang berperan terhadap diri seseorang maka ia tidak mengkin mengalami suatu prestasi, kebahagiaan dan seterusnya.
3. Dimensi aturan. Manusia dicipta dalam aturan dan hidup dalam aturan. Manusia tidak bisa hidup tanpa aturan. Setiap individu atau pribadi maupun kelompok tidak dapat melakukan sesuatu di luar aturan tetapi di dalam aturan. Alam semesta ini dicipta Tuhan dan ditata dalam aturan yang tidak dapat dihindari. Misalnya manjat pohon, bila tidak hati-hati maka jatuhnya tidak pernah ke atas tetapi ke bawah. Jatuh kebawah itu sudah menunjukkan aturan. Manjat pohon juga sudah ada auturan walaupun tidak tertulis.
4. Dimensi kekinian dan keakanan. Saya sedikit kemas dalam unsur filosofis. Maksudnya manusia tidak hanya hidup untuk kini tetapi untuk dunia yang akan datang. Dalam bahasa teologis atau katakanlah bahasa agama disebut kehidupan di akhirat. Dalam konteks ini ada aturan agama sesuai kitab suci yang dimiliki oleh setiap agama.
Mereka yang memilih fakultas Psikologi di Universitas tentu punya cita-cita yang melatar belakangi pilihan tersebut. Bagi mereka yang memilih konsentrasi atau jurusan Psikologi untuk kemudian menjadi guru Bimbingan Koseling di sekolah maka pilihan ini tentu didasari pada realitas bahwa anak-anak yang disebut dalam bahasa pendidikan dengan istilah peserta didik adalah anak yang rentang terhadap masalah. Di sekolah anak tidak dapat menghindari masalah. Pelajaran sebaik apapun tetap ada peluang anak menghadapi masalah. Mengapa demikian karena menurut Prayitno dan Erman Amti (2013:29) sumber masalah anak lebih banyak berasal dari luar sekolah. Namun masalah ini tidak boleh dibiarkan tetapi perlu diselesaikan. Untuk itulah disperlukan pendidik yang berlatar belakang ilmu bimbingan konseling.
Akan tetapi fakta menunjukkan bahwa tidak banyak yang suka dengan pekerjaan menjadi guru dalam arti sesungguhnya. Artinya anak memilih ilmu yang mempersiapkan dirinya untuk menjadi guru karena memang panggilan hati untuk melakukan tugas sebagai seorang guru. Hal yang kurang baik apabila anak memutuskan memilih pekerjaan menjadi guru dengan memilih bidang ilmu yang mempersiapkannya menjadi guru karena menjadi guru bayaran gaji bulanan dan tunjangan daerahnya besar. Bila itu terjadi dalam diri maka pelayanan menjadi guru hilang esensinya. Tugas guru akan dilakukan sekedarnya yang penting menerima honor atau mungkin gaji.
Saya katakan begitu karena saya juga sedang melaksanakan pekerjaan sebagai seorang pendidik di lembaga pendidikan swasta. Esensi menjadi pendidik di lembaga pendidikan swasta dan negeri sebenarnya sama, yaitu sama-sama punya hati atau kesungguhan untuk melakukan tugas mengajar. Mengajar menjadi panggilan hidup dan bukan pilihan sekunder setelah gagal berkeja di bidang lain. Mengajar bukan tempat pelarian tetapi tempat munculnya pilihan pertama dari sekian pilihan kekaryaan dalam hidup.
Jadi cara efektif memilih kuliah untuk Anak adalah biarkan anak memilih sesuai pilihannya dan orangtuan mendukung pilihan itu dalam doa dan dukungan dana sampai anak menyelesaikan studi di universitas pilihannya.
Ingat pilih universitas yang terakreditasi Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT). Pilih Program Studi yang Akreditas B. Hal ini disebabkan karena salah satu syarat diterima menjadi pegawai negeri yakni tamat dari universitas dengan program studi yang terakreditasi B. Paling bagus kalau program studi yang dipilih sudah mendapat peringkat Akreditasi A.
Semoga bermanfaat
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.