Mau berwisata ke Tokyo? hendak menggunakan penerbangan apa? Saya mencoba dengan pertanyaan: Kapan Aku ke Tokyo?: Belajar BerOntologi, Berepistemologi dan Beraksiologi. Jam tangan menunjukkan waktu pukul 17.01 itu pertanda jam kantor sudah usai. Mari kita bercakap tentang sebuah kota terindah di Asia dan dunia.
Aku belum ke Tokyo. Walaupun begitu tokyo itu ada di bumi, yaitu di ada dalam wilayah kekuasaan yang kita kenal dengan Negara, yaitu negara Jepang. Dalam pertimbangan ontologi, maka pertanyaan kapan aku ke Tokyo dijawab dengan jawaban suatu saat nanti. Namun apakah secara realitas, tokyo itu ada. Ya tanpa saya ke Togyo, Tokyo itu ada. Seperti apa realitas tentang Tokyo, tentu saya jawab dalam epistemologiku tentang tokyo.
Epistemologi “Tokyo”: Cara saya mendapatkan pengetahuan yang benar tentang Tokyo
1. Melalui dunia maya
Saya dapat mengetahui kota “Tokyo” dengan cara mencari informasi melalui situs atau website yang membahas tentang Tokyo. Dengan cara ini, epistemologi saya (baca: tahu saya tentang Tokyo) belum lengkap. Saya mengetahui kota Tokyo misalnya saat musim salju. Pada saat musim salju, kota Tokyo pasti menampilkan dimensi estetika (keindahan yang mempesona). Tentu kalau musim salju maka hawa pasti sangat dingin. Mesti memakai baju khusus. Kota Tokyo juga dikenal sebagai ibu kota negara Jepang. Sama dengan kita di Indonesia, Jakarta adalah ibu kota Negara Indonesia. Dari sisi epistemologi wisata, kota Jepang sudah pasti menjadi tempat favorit para wisatawan dunia. Kemudian dari sisi tempat-tempat yang menjadi daya tarik, kita kenal ada “Senso Ji Temple Asakusa yang juga berada di kota Jepang. Bangunannya memiliki keindahan yang luar biasa. Tentu ada fakta lain yang perlu kita ketahui tentang kota Tokyo namun sulit saya jelaskan secara mendetail karena saya hanya meramu episteme tentang kota Tokyo dari situs-situs yang saya akses.
Walaupun begitu, artikel ini menolong pembelajar filsafat Ilmu dalam berontologi, ber-epistemologi dan Ber-aksiology tentang salah satu realitas seperti “kota Tokyo”
2. Empiris yang tertunda
Tahu tentang kota Tokyo akan semakin lengkap bila hadir langsung di kota Tokyo. Namun apakah dengan kehadiran kita di Tokyo membuat kita memahami kota Tokyo secara lengkap. Jawabannya bergantun berapa lama kita berada di kota Tokyo dan sejauh mana kita berusaha mengenal kota Tokyo dari satu tempat ke tempat yang lain di wilayah kota Tokyo. Itulah sebabnya saya namakan pengetahuan ini dengan istilah “Empiris yang tertunda”. Karena tertunda maka kita harus berusaha ke Tokyo agar pengetahuan lengkap tentang Tokyo itu terbangun dalam ginosko (pengetahuan) kita. Kata Ginosko berasal dari bahasa Yunani dari kata gnosis yang artinya pengetahuan.
Saya tertarik membahas kota Tokyo dari perspektif Cabang Filsafat Ilmu (Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi) karena informasi yang saya peroleh dari pesan sponsor yang muncul di blog ini. Isi pesan sponsor itu dilatari oleh sebuah menara seperti menara yang biasa kita lihat di gambar yaitu menara di kota Prancis.
Jadi, siapa yang tidak suka perjalanan ke luar negeri seperti ke Tokyo. Tentu semua orang senang melihat kota tokyo. Saya sebenarnya belum ke Tokyo namun ingin menulis tentang Tokyo dan berharap suatu saat nanti saya ke tokyo dan melihat keindahan kota Tokyo. Jika ini terjadi maka saya menempuh perjalanan dari Jakarta ke Togyo dan dari Tokyo ke Jakarta. Biaya perjalanan Jakarta ke Tokyo juga berkisar antara 5 Juta. Harga ini hanya untuk tiket, belum termasuk biaya penginapan di Hotel-hotel yang berada di kota Tokyo.
Berapa lama penerbangan dari Jakarta ke Tokyo? Dengan pesawat apa kita menikmati penerbangan ke Jepang, khususnya kota Tokyo. Pasti ada banyak pilihan penerbangan ke kota Tokyo. Apakah Garuda atau pesawat yang sudah memiliki jadwal penerbangan tetap Jakarta-Tokyo? Kita bisa memilihnya.
Selamat menikmati Keindahan kota Tokyo
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.